Pages

Monday, 2 December 2013

a piece of life story


Pengen cerita nih broh, cerita tentang seseorang. Seseorang yang tak aku kenal, tapi aku merasa memiliki keyakinan akan dirinya. Semakin aneh, ketika dia mampu menumbuhkan motivasi untuk berprestasi. Lebih aneh lagi semua itu dimulai ketika masa kanak-kanak. Begitu besar aku mengaguminya, untuk seorang anak kecil tentunya.
Dia gadis kecil yang cerdas, pendiam dan pemalu. Aku masih ingat  pertama kali jumpa dengannya adalah ketika usia Sekolah Dasar. Yah, karena aku juga pemalu jadi tak berani pula aku dekat-dekat dengannya, mengingat aku ternyata tertinggal satu tahun usia sekolahnya, terpaksa hanya menjadi pengagum rahasia.
Lulus SD, aku mendengarnya masuk SMP favorit, dari situlah aku mulai memotivasi diriku untuk bisa menyusulnya. "aku harus pintar, untuk dia", hahaha, konyol, tapi memang itulah adanya. Sayangnya, ketika aku memiliki kesempatan untuk satu SMP dengannya aku justru memilih SMP favorit yang lain, dengan berbagai pertimbangan dan saran dari orang tua maupun guru. Kecewa, ya pastilah kecewa. Tapi dari opsi ini lah, motivasiku tetap terjaga untuk menyusulnya dikesempatan berikutnya. Ya, ketika di SMA aku ingin satu sekolah dengannya. Di masa-masa SMP itu, walaupun tak ada komunikasi, bisaaa aja aku bertemu dg dia di jalan, tapi dia gak pernah tau kalau aku di sekitarnya. Ketika SMP aku naik sepeda untuk berangkat dan pulang sekolah, nah pas berangkat sekolah sering banget aku bertemu dengannya. Eh, bukan ketemu berpapasan gitu, ketemunya itu aku ngeliat dia naik sepeda di depan ku. Secara insting aku otomatis memperlambat kayuhanku agar bisa membuntuti dia sampai persimpangan jalan perpisahan kami, dan juga sebenarnya aku malu untuk menyalip, hehehe.. Masih ingat sampai sekarang, bagaimana dia mengayuh sepeda dengan sangat pelan, apalagi ketika melewati tanjakan, weleh-weleh.. Woles beuuud.. kekekeke.. Rambutnya yang hitam panjang, bertopi seragam, pundaknya yang kaku dengan tangan yang konsentrasi menjaga setang sepeda mininya. Sayang, aku hanya mampu mengamatinya dari belakang. sudah cukup buatku. sudah membuatku senyum2 sendiri dibelakangnya.. :)
Secara tak sengaja pula aku pernah mengetahuinya dibonceng ayahnya. Ceritanya di suatu titik jalan aku disalip sepeda motor, bapak2 dengan membonceng anaknya cewek, ketika aku amati lebih jauh dan mengikuti intuisiku, ternyata si cewek itu adalah dia!! Dia dibonceng "nyengklak" dengan memondong buku, hehe masih ingat sekali aku, helmnya yang kegedean.. :D dan yang paling lucu adalah ketika sepeda ku bisa mengejar kecepatan motor ayahnya, wkwkwkwk... (alhamdulillah).
Semakin pengen aku satu SMA dengannya. Namun sebuah tragedi terjadi, Secara tak sengaja aku bertemu dengannya di jalan. Dia berdiri di pinggir jalan. Mungkin dia sedang menunggu angkutan umum. Dengan malu-malu aku memberanikan diri untuk menyapanya, namun eits.. Justru dia memalingkan mukanya.. Ah, siaal.. Rasanya seperti mempermalukan diri di depan umum. Patah hati sejadi-jadinya. Aku menyadari, aku bukanlah siapa-siapa, kecuali bocah ingusan. Aku kubur dalam-dalam kekagumanku kepadanya. Tapi dalam kenyataannya, bayangannya yang selalu membuatku bermotivasi untuk berprestasi di sekolah. Tahun berganti tahun, aku mendengarnya sudah lulus SMP dan masuk ke SMA favorit.  Hal ini kembali memacuku untuk menjadi yang terbaik, "aku ingin menyusulnya, aku harus satu SMA dengannya". Namun ketika aku punya kesempatan lagi untuk satu sekolah dengannya, justru ragu-ragu yang keluar dari benakku. Aneh, aku ingin sekali satu sekolah dengannya tapi aku takut kalau bertemu dengan dia lagi, takut patah hati dengan tidakan-tindakan konyol yang mungkin aku lakukan nanti.. hehehe... Bayangan patah hati masih melekat erat, masih merasa bukan siapa-siapa, tak mungkin dia akan mengagumiku. Sebenarnya formulir pendaftaran sudah di tangan, namun aku tak segera mendaftar. Sampai di hari ke-tiga pendaftaran aku aktif memantau perkembangan nilai terendah yang diterima, dan nilainya masih berada di atas nilaiku. Dalam kebimbanganku itu aku mendapatkan jalan ke-dua. Karena tingkat persaingan nilai UAN di sekolahnya sangat ketat, memunculkan kekhawatiranku jikalau aku membuat kesalahan besar dalam hidupku, yakni tak lolos seleksi masuk SMA favorit. Okelah, aku beranjak ke SMA favorit yang lain. Dan formulir pertama yang sudah aku isi lengkap itu kusimpan baik-baik sampai sekarang. Sebagai bukti, betapa dulu aku menginginkan satu sekolah dengannya, bersaing secara nyata dengannya. Sedikit kecewa ketika melihat di hari penutupan pendaftaran nilai terendah di sekolahnya ternyata lebih rendah dari nilaiku. Di satu sisi menyesal karena tidak mendaftar dan bertaruh, di satu sisi aku juga tidak tahu harus bagaimana jika satu sekolah dengannya. Takut mengacau saja..
Dengan berbeda SMA aku berharap, aku akan menjadi orang yang sukses tanpa dia tahu. Aku tak ingin blunder untuk ke-dua kalinya seperti ketika waktu SMP. Aku tak ingin aku dan dia semakin jauh karena blunder yang mungkin aku lakukan jika satu sekolah dengannya. Aku harus menjadi orang dulu baru muncul di depannya, bukan seorang bocah ingusan lagi.
Di masa SMA aku sering kepo in dia. Aku sering bermain ke SMA nya, entah itu bermain bola di lapangannya, ataupun membeli es campur di depan SMA nya. yaaah, cari-cari modus gitu.. hehe.. Pengen banget ketemu dia kaya' pas SMP, walaupun cuma dari jauh gpp. Tapi sayang seribu sayang aku tak pernah menjumpainya lagi. 
Hal itu membuatku semakin gelap tentangnya, hingga aku membuat sebuah blunder besar. Aku merasa kehilangan dia, padahal aku masih menyimpan rasa patah hati padanya.
Kelas 3 SMA aku mendengarnya masuk universitas negeri terkemuka,  terpacu lagilah motivasiku.
Lulus SMA aku berjuang untuk masuk sekolah kedinasan, dengan niatan ingin lebih cepat bekerja dan menunjukkan kepadanya aku sudah menjadi orang. Alhamdulillah, tercapai cita-citaku. Aku lulus dari sekolah tersebut dan menjadi pegawai di instansi pemerintah. Dari sinilah, aku berani untuk benar-benar mendekatinya. Alhamdulillah, berjalan mulus, ternyata dia juga menyukaiku, tapi karena prinsip-prinsipnya dia tak ingin mengenalku lebih jauh dulu. Daaaan, akhirnya, setelah sepuluh tahun tak bertemu kami dipertemukan kembali dalam kondisi yang berbeda, dan dua tahun kemudian kami mempersatukan hati lewat ikatan pernikahan.  :)
Aku sendiri tak percaya, kisah ini adalah sebuah kenyataan, dan merupakan kisah hidupku sendiri.
Dia yang selama bertahun-tahun menjadi motivasiku. Dia yang sempat membuatku patah hati. Dia yang menjadi cinta pertama di hati. Dia yang aku kagumi secara diam-diam. Dia kini menjadi istriku. Dia Nur Wahyuni ku tercinta.


Tulisan pendek ini untuk mengingatkan akan perjalanan panjang pertemuan hati kami.

Di hari tua nanti.

Love you, My Sweety.
Nur Wahyuni.

No comments:

Post a Comment